STOIKIOMETRI REAKSI LOGAM
TEMBAGA DAN GARAM BESI III DENGAN METODE TITRASI PERMANGANOMETRI
OLEH:
NAMA :
ROSIDA
NIM :
A1C4 14 035
KELOMPOK : IV A
ASISTEN : ARIF RAHMAN H, S.Pd.
LABORATORIUM JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2016
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Cabang
ilmu kimia yang mempelajari berbagai aspek yang menyangkut kesetaraan massa
antara zat yang terlibat dalam reaksi kimia baik secara molekuler maupun secara
eksperimental adalah stoikiometri. Pengetahuan kesetaraan massa antara zat yang
bereakasi merupakan dasar penyelesaian hitungan yang melibatkan reaksi kimia.
Konsep mol diperlukan untuk mengkonversikan kesetaraan massa antara zat dari
skala molekuler ke skala eksperimental dalam laboratorium.
Kelompok
reaksi yang disebut reaksi oksidasi-reduksi (atau redoks) dikenal juga sebagai
reaksi transfer-elektron. Reaksi oksidasi-reduksi berperan dalam banyak hal
didalam kehidupan kita sehari-hari. Reaksi ini terlibat mulai dari pembakaran
bahan bakar minyak bumi sampai dengan kerja cairan pemutih yang digunakan dalam
rumah tangga. Sebagian besar unsur logam dan nonlogam diperoleh dari bijinya
melalui proses oksidasi reduksi (Chang, 2004).
Logam tembaga merupakan logam merah muda yang lunak, dapat ditempa dan
liat. Tembaga dapat melebut pada suhu 1038oC. Pasangan Cu/Cu2+
tembaga tidak larut dalam asam klorida dan asam sulfat encer karena potensial
dari elektrodanya positif (+0,34V). Kebanyakan senyawa Cu(I) sangat mudah
teroksidasi menjadi Cu(II).
Stoikiometri reaksi logam dengan garam besi III yang
didasarkan pada ion Cu2+ dan Cu+ merupakan dua spesi yang
dapat dihasilkan dari reduksi tembaga. Harga potensial standar spesi digunakan untuk
meramalkan komposisi mana yang lebih banyak terbentuk. Hal ini perlu dibuktikan
dengan eksperimen sehingga dapat diketahui spesi ion tembaga yang paling banyak
dihasilkan dari reaksi ini.
Berdasarkan
uraian di atas, maka perlu dikakukan praktikum dengan judul “Stoikiometri Reaksi Logam
Tembaga dan Garam Besi III dengan Metode Titrasi Permanganometri”.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam praktikum ini adalah bagaimana hasil stoikiometri
reaksi antara logam tembaga dengan larutan besi (III) dengan meramalkan
komposisi ion tembaga (Cu+
atau Cu2+) yang dihasilkan dalam
suasana asam?
1.3 Tujuan Praktikum
Tujuan percobaan kali ini adalah mempelajari stoikiometri reaksi antara logam
tembaga dengan larutan besi (III) dengan meramalkan komposisi ion tembaga yang
dihasilkan.
1.4
Manfaat Praktikum
Adapun manfaat dari praktikum ini memberi informasi terkait stoikiometri reaksi antara logam tembaga dengan
larutan besi (III) dengan meramalkan komposisi ion tembaga yang dihasilkan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1.
Stoikiometri
Stoikiometri
dalam ilmu kimia, (kadang disebut stoikiometri reaksi untuk membedakannya dari
stoikiometri komposisi) adalah ilmu yang mempelajari dan menghitung hubungan
kuantitatif dari reaktan dan produk dalam reaksi kimia (persamaan kimia). Kata
ini berasal dari bahasa Yunani stoikheion (elemen) dan metriā (ukuran). Stoikiometri reaksi adalah penentuan
perbandingan massa unsur-unsur dalam senyawa dalam pembentukan senyawanya. Pada
perhitungan kimia secara stoikiometri, biasanya diperlukan hukum-hukum dasar
ilmu kimia (Hermawan, 2012).
1.2.
Serbuk Logam Tembaga
Tembaga bersifat racun
terhadap semua tumbuhan pada konsentrasi larutan di atas 0.1 ppm. Konsentrasi
yang aman bagi air minum manusia tidak lebih dari 1 ppm. Bersifat racun bagi
domba pada konsentrasi di atas 20 ppm. Konsentrasi normal komponen ini di tanah
berkisar 20 ppm dengan tingkat mobilitas sangat lambat karena ikatan yang
sangat kuat dengan material organik dan mineral tanah liat. Kehadiran tembaga
pada limbah industri biasanya dalam bentuk ion bivalen Cu(II) sebagai
hydrolytic product. Beberapa industri seperti pewarnaan, kertas, minyak,
industri pelapisan melepaskan sejumlah tembaga yang tidak diharapkan. Tembaga
dalam konsentrasi tinggi (22-750 mg/kg tanah kering) dijumpai pada sedimen di
laut Hongkong dan jumlah yang sama juga ditemui pada sejumlah
pelabuhan-pelabuhan di Inggris (Suhendrayatna,
2001).
.
1.3.
Kalium Permanganat
A
simple spectrophotometric procedure was developed which improve the sensitivity
of the permanganate titration to 0,3 pM H2O2.
Measurements of H2O2 using the oxidation of ferrous ions
(Fricke solution) and permanganate titration differed by less than 1%. Schumb, Satterfield, and Wentworthl considered the permanganate titration to be one of
the most exact and reliable analytical
procedures for H2O2.
The sensitivity of the permanganate end point, when observedvisually, is - 3 pM
H2O2 (Kiassen,
et all., 1994).
Kiassen (1994)
menyatakan bahwa cara sederhana untuk meningkatkan sensitivitas titrasi permanganat
untuk 0,3 ppm H2O2 diperlukan metode spektrometri
sederhana. Pengukuran H2O2 menggunakan oksidasi ion besi (larutan Fricke) dan permanganat titrasi berbeda
dengan kurang dari 1%. Schumb, Satterfield, dan Wentworthl menganggap titrasi permanganat menjadi salah
satu prosedur analitis yang paling tepat dan dapat diandalkan untuk H2O2. Sensitivitas titik akhir
permanganat adalah 3 ppm H2O2.
1.4.
Reaksi Redoks
Awalnya, oksidasi berarti
pembentukan oksida dari unsurnya atau pembentukan senyawa dengan mereaksikannya
dengan oksigen, dan reduksi adalah kebalikan oksidasi. Definisi reduksi saat ini adalah reaksi yang menangkap elektron, dan oksidasi adalah reaksi yang
membebaskan elektron. Oleh karena itu,
suatu pereaksi yang memberikan elektron disebut reduktor dan yang menangkap elektron disebut oksidator. Reduktor mengalami oksidasi dan oksidator
mengalami reduksi akibat reaksi redoks (Saito, 2004).
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Lokasi Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan pada tanggal 25 Oktober 2016 bertempat di
Laboratorium Jurusan Pendidikan Kimia FKIP UHO dengan alamat di jalan H.E.A.
Mokodompit Kampus Hijau Bumi Tridarma Andonuohu.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1
Alat
Peralatan yang digunakan dalam praktikum ini adalah gelas beker
50 mL dan 500 mL, gelas arloji, botol timbang, labu
takar 100 mL, erlenmeyer 100 mL, pipet volume 25
mL, buret 50 mL, statif dan klem, gegep, hot plate, dan viller.
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah asam sulfat (H2SO4) 2,5
M, kalium permanganat (KMnO4) 0,04 M, serbuk lombaga tembaga dan
larutan besi (III) 0,2 M.
3.3 Prosedur Praktikum
3.3.1
Standarisasi Larutan 0,04 M
a.
Ditimbang 0,63
gram asam oksalat H2C2O4.2H2O dan
dilarutkan dalam labu takar 100 mL, lalu diencerkan dengan aquades sampai tanda
tera.
b.
Diambil
5 mL larutan asam oksalat, ditempatkan dalam Erlenmeyer 100 mL, ditambahkan 20
mL H2SO4 2,5 mL dan dititrasi dengan larutan standar KMnO4
yang akan distandarisasi.
c.
Diulangi
titrasi sebanyak tiga kali dan dihitung molaritas rata-rata larutan standar
KMnO4.
3.3.2
Stoikiometri Reaksi Logam
Tembaga dengan Garam Besi (III)
a.
Ditimbang 0,2 gram
tepat serbuk tembaga dengan gelas beker kecil dan kering
b.
Disiapkan gelas beaker 500 mL, diisi dengan 30 mL larutan besi (III) 0,2 M dan 15
mL larutan asam sulfat 2,5
M.
c.
Dimasukkan dengan hati – hati botol timbang/gelas beker
kecil beserta isinya kedalam gelas beker kecil beserta isinya ke dalam gelas beker
yang telah berisi larutan besi (III) dan asam sulfat tersebut. Diusahakan
semua serbuk masuk ke dalam larutan.
d.
Ditutup gelas beaker itu dengan gelas arloji, kemudian
didihkan hingga semua tembaga larut sempurna. Diaduk sesekali agar tidak ada tembaga yang menempel pada
dinding gelas.
e.
Setelah reaksi berhenti, diambil gelas beker kecil dengan menggunakan gegep dan
didihkan kira – kira 10 menit lagi.
f.
Didinginkan
larutan pada air dingin, kemudian dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu
takar 100 mL dan diencerkan sampai batas tera.
g.
Diambil sebanyak 25 mL larutan dengan pipet volum 25 mL,
dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 mL, kemudian logam besi (II) yang ada dalam
larutan dititrasi dengan larutan standar KMnO4, 0,04 M. Di
ulang titrasi sebanyak 3 kali.
h.
Dihitung
konsentrasi Fe2+ yang dihasilkan dalam reaksi . Dihitung pula jumlah
perbandingan mol (r).
i.
Ditentukan
reaksi yang lebih banyak terjadi antara logam tembaga dan besi yang
menghasilkan ion tembaga (I) atau ion tembaga (II).
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Data Pengamatan
4.1.1 Standarisasi larutan 0,04 M
KMnO4
Perlakuan
|
Hasil Pengamatan
|
0,63 g asam oksalat dilarutkan dan
diencerkan dalam labu takar 100 mL
|
Larutan berwarna bening
|
5 mL larutan asam oksalat + 20 mL H2SO4 2,5 M
|
Larutan
berwarna bening
|
Dititrasi dengan larutan KMnO4
|
V1
KMnO4 = 5,9 mL
V2
KMnO4 = 5,9 mL
V(rata-rata) = 5,9
mL
[KMnO4] = 0,04 M
Larutan
hasil titrasi berwarna ungu
|
4.1.2 Stoikiometri reaksi logam Cu
dengan garam Fe(III)
Perlakuan
|
Hasil pengamatan
|
0,2 g Cu ditimbang dalam botol timbang
|
Serbuk Cu
|
Larutan Fe(III) 30 mL 0,2 M + 15 mL H2SO4
2,5 M dimasukkan dalam gelas beker 500 mL
|
Larutan berwarna kuning menjadi keruh
|
Diletakkan botol timbang tersebut kedalam
gelas kimia 500 mL yang berisi larutan Fe(III), kemudian ditutup gelas kimia
dengan kaca arloji lalu didihkan hingga serbuk Cu larut sempurna
|
Serbuk tembaga tidak larut sempurna
|
Didinginkan larutan Cu tersebut kemudian
diencerkan
|
Larutan
berwarna bening kecoklatan
|
25 mL larutan Cu dimasukkan dalam erlenmeyer 500 mL dan dititrasi
dengan KmnO4 0,04 M
|
V1
KMnO4 = 1,4 mL
V2
KMnO4 = 1,7mL
V
rata-rata = 1,55 mL
Warna yang terbentuk adalah
|
Dihitung
perbandingan jumlah mol (r)
|
Mol Fe2+/mol Cu =
|
Dihitung perbandingan [Cu+] /
[Cu2+]
|
4.2 Reaksi Lengkap
4.2.1 Standarisasi larutan 0,04 M
KMnO4
5 H2C2O4
+ 2KMnO4 2KMn +
10CO2 + 8H2O
4.2.2
Stoikiometri reaksi logam Cu dengan
garam Fe (III)
4.3 Perhitungan
4.3.1 Standarisasi larutan 0,04 M
KMnO4
Berat H2C2O4.2H2O = 0,63 gram
BM H2C2O4.2H2O = 126 gram/mol
Mol H2C2O4.2H2O = 0,005 mol
Volume H2C2O4.2H2O = 5 mL (Vrata-rata titrasi)
Volume H2C2O4.2H2O = 100 mL (rata-rata)
Konsentrasi H2C2O4.2H2O = 0,05 M
Volume KMnO4 = 5,9 mL (rata-rata)
[KMnO4] = 0,04 M
4.3.2 Stoikiometri reaksi logam Cu
dengan garam Fe (III)
Berat gelas
piala kecil = 26,4 gram
Berat gelas
piala + serbuk Cu = 26,6 gram
Berat serbuk Cu = 0,2 gram
Volume Fe (III)
0,2 M = 30 mL
Volume H2SO4 = 15 mL (rata-rata)
Hasil Titrasi :
Volume
Fe(III) = 25 mL
V
KMnO4 0,04 M =
1,55 mL (rata-rata)
Mol
KMnO4 = mol MnO4- = Volume KMnO4 x [KMnO4]
= 5,9 x 10-3
L x 0,04 mol/L
= 0,236 x 10-3
mol
Dari
reaksi lengkapnya diperoleh : 1 mol MnO4 -↔ 5 mol Fe2+,
sehingga:
mol
Fe2+
10-3 mol MnO4-
=
1,18 x 10 -3 mol
[Fe2+ ] =
=
= 0,047 M
= 3 x 10-3 mol
Perbandingan mol (r)
=
= 0,393
Perbandingan =
=
=
=
=
-2,647
Perbandingan
dengan E0 std :
Cu Cu+ + e E0
= - 0,52 Volt
Fe3+ + e
Fe2+ E0 = 0,77 Volt
Cu + Fe3+
Fe2+ + Cu+ E0
sel = 0,25 Volt (Reaksi 1)
Cu Cu2+ + 2e E0
= - 0,34 Volt
2Fe3+ + 2e 2Fe2+ E0 = 0,77 Volt
Cu + 2Fe3+ 2Fe2+ + Cu2+ E0 sel = 0,43 Volt (Reaksi 2)
4.4
Pembahasan
Konsep mol diperlukan untuk mengkonversi kesetaraan massa
antar zat dari skala molekular ke dalam skala eksperimental dalam laboratorium.
Dalam percobaan ini dipelajari stoikiometri reaksi antara logam tembaga dengan
larutan garam besi (III) dalam suasana asam dengan menganalisa hasil reaksi
secara volumetrik. Hal utama yang dilakukan dalam percobaan ini, adalah
menyiapkan larutan standar/baku KMnO4 0,04 M yang akan digunakan
untuk proses titrasi. Larutan standar merupakan larutan yang telah diketahui
konsentrasinya, dimana nantinya larutan standar tersebut yang akan dimasukkan kedalam buret dan ditambahkan
secara perlahan-lahan ke dalam analit untuk mencapai titik ekivalennya.
Pada penentuan konsentrasi larutan standar kalium
permanganat, asam oksalat digunakan sebagai zat baku primer. Asam oksalat dikatakan
zat baku primer disebabkan asam oksalat merupakan zat yang stabil, memiliki Mr
tinggi dan memiliki kriteria lainnya sebagai standar primer. Pembuatan
standarisasi larutan KMnO4 dilakukan dengan menitrasi 5 mL asam
oksalat (H2C2O4) dengan katalis asam sulfat (H2SO4)
2,5 M sebanyak 20 mL hingga mencapai titik ekivalen pada volume rata-rata KMnO4
5,9 mL dengan konsentrasi 0,04 M. Larutan yang mulanya bening menjadi
ungu setelah tercapai titik ekivalen. Penggunaan asam sulfat dalam proses
standarisasi KMnO4 disebabkan asam sulfat yang paling sesuai
digunakan, karena tidak bereaksi terhadap permanganat dalam larutan encer
sedangkan asam lain seperti asam klorida kemungkinan
mengalami reaksi dengan kalium permanganat. Titrasi permanganometri hanya dapat
dilakukan pada suasana asam atau sekitar pH 4. Penggunaan kalium permanganat
sebagai larutan standar karena larutan standar ini dapat berfungsi sebagai autoindikator
saat proses titrasi.
Tahap selanjutnya yaitu stoikiometri logam Cu dengan garam Fe
(III). Awalnya, serbuk tembaga ditimbang sebanyak 0,2 gram dan dimasukan ke
dalam gelas beker kecil lalu disiapkan
gelas beker 500 mL yang berisi 30 mL larutan garam besi (III) 0,2 M ditambah 15
mL larutan asam sulfat 2,5 M. Pencampuran larutan mengakibatkan terjadinya perubahan
warna dari kuning menjadi keruh. Hal ini terjadi karena besi III (
) mengalami reaksi reduksi menjadi besi II (
). Langkah selanjutnya, gelas beker kecil yang berisi tembaga tadi,
dimasukan secara hati-hati ke dalam gelas beker 500 mL yang berisi campuran
larutan antara asam sulfat dan besi, lalu ditutup dan dipanaskan hingga
mendidih. Saat proses pemanasan berlangsung, campuran larutan besi dan asam
sulfat yang berwarna kuning keruh berubah warna menjadi coklat muda. Pemanasan
dilakukan agar logam tembaga dapat larut, namun saat dilakukan pemanasan logam
tembaga tidak larut sempurna karena beda potensial tembaga sangat positif
sehingga tembaga sulit larut dan suhu yang digunakan saat pemanasan di bawah suhu 10000 C. Sesuai hasil reaksi yang terjadi,
Cu mengalami oksidasi dari Cu menjadi Cu2+. Setelah itu larutan kembali didinginkan dengan air dingin
dan larutan menjadi warna coklat muda.
Larutan diambil sebanyak 25 mL dan dimasukkan kedalam erlenmeyer
untuk dititrasi dengan menggunakan KMnO4 0,04 M. titrasi dilakukan
secara diplo untuk mencari rata-ratanya. Volume rata-rata KMnO4 yang
digunakan untuk titrasi yaitu 1,55 mL. Sesuai analisis data diperoleh
konsentrasi besi II yang dihasilkan adalah 0,047 M dengan perbandingan antara
besi II yang dihasilkan dan tembaga yang terpakai (r) sebesar 0,393. Nilai r
ini digunakan untuk mengetahui perbandingan antara konsentarai ion tembaga I
(Cu+) dan ion tembaga II (Cu2+). Berdasarkan perhitungan,
perbandingan antara Cu+ dengan Cu2+ adalah
-2,46. Berdasarkan hasil analisa dari pengamatan yang dilakukan
maka stoikiometri antara logam tembaga dan garam besi III lebih banyak
menghasilkan ion tembaga I (Cu+). Hal ini ditandai dengan timbulnya
warna coklat dari larutan tembaga yang diperoleh saat titrasi dengan kalium
permanganat. Selain itu, berdasarkan beda potensialnya, tembaga I lebih
mendekati nilai r sehingga dapat diketahi bahwa ion tembaga I yang paling
banyak dihasilkan dari reaksi ini. Sesuai teori, pelarutan tembaga dengan asam
sulfat akan menghasilkan ion tembaga II (Cu2+). Sedangkan pelarutan
dengan asam klorida maka mengahasilkan ion tembaga I (Cu+). Akan
tetapi percobaan yang dilakukan kurang bersesuaian dengan teori yang ada. Hal
ini disebabkan adanya kesalahan praktikan saat pembuatan larutan asam sulfat
pekat yang digunakan saat titrasi larutan logam tembaga dengan kalium
permanganat.
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan
hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa stoikiometri merupakan aspek ilmu yang menyangkut kesetaraan massa antara
zat yang terlibat dalam reaksi kimia, baik dalam skala molekular maupun dalam
skala eksperimental. Harga r untuk perbandingan mol Fe2+ dengan mol
Cu yang terpakai sebesar 0,393 dan perbandingan antara Cu+ dengan Cu2+
adalah – 2,46. Sesuai analisa diperoleh ion tembaga I lebih banyak dihasilkan
dalam stoikiometri reaksi ini.
5.2 Saran
Hal yang harus diperhatikan adalah perlunya
diperhatikan tanda tera dalam pembuatan larutan sehingga larutan yang dibuat
sesuai dengan konsentrasi yang dibutuhkan.
DAFTAR
PUSTAKA
Astriyanti, Garnis.
2014. Praktikum Kimia Anorganik.
Universitas Negeri Semarang: Semarang
Hermawan. 2012. Kimia Dasar. Universitas Negeri
Makassar: Makassar
Kiassen, Norman V.,' David Marchington,
and Heather C. E. McGowant. 1994. H2O2 Determination by
the Is- Method and by KMnO4 Titration. Analytlcal Chemlstty, Vol. 66, No.
18, September 15, 1994
Suhendrayatna. Bioremoval Logam Berat Dengan Menggunakan Microorganisme: Suatu Kajian Kepustakaan (Heavy Metal
Bioremoval by Microorganisms: A
Literature Study). Disampaikan pada Seminar on-Air
Bioteknologi untuk Indonesia Abad 21 1-14 Februari 2001 Sinergy Forum - PPI
Tokyo Institute of Technology (1) 1-9.
Saito, Taro. 2004. Kimia Anorganik. Kanagawu University :
Tokyo