Rabu, 15 Maret 2017



STOIKIOMETRI REAKSI LOGAM TEMBAGA DAN GARAM BESI III DENGAN METODE TITRASI PERMANGANOMETRI




OLEH:



NAMA              : ROSIDA
NIM                   : A1C4 14 035
KELOMPOK   : IV A
ASISTEN          : ARIF RAHMAN H, S.Pd.





LABORATORIUM JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2016














BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Cabang ilmu kimia yang mempelajari berbagai aspek yang menyangkut kesetaraan massa antara zat yang terlibat dalam reaksi kimia baik secara molekuler maupun secara eksperimental adalah stoikiometri. Pengetahuan kesetaraan massa antara zat yang bereakasi merupakan dasar penyelesaian hitungan yang melibatkan reaksi kimia. Konsep mol diperlukan untuk mengkonversikan kesetaraan massa antara zat dari skala molekuler ke skala eksperimental dalam laboratorium.
Kelompok reaksi yang disebut reaksi oksidasi-reduksi (atau redoks) dikenal juga sebagai reaksi transfer-elektron. Reaksi oksidasi-reduksi berperan dalam banyak hal didalam kehidupan kita sehari-hari. Reaksi ini terlibat mulai dari pembakaran bahan bakar minyak bumi sampai dengan kerja cairan pemutih yang digunakan dalam rumah tangga. Sebagian besar unsur logam dan nonlogam diperoleh dari bijinya melalui proses oksidasi reduksi (Chang, 2004).
Logam tembaga merupakan logam merah muda yang lunak, dapat ditempa dan liat. Tembaga dapat melebut pada suhu 1038oC. Pasangan Cu/Cu2+ tembaga tidak larut dalam asam klorida dan asam sulfat encer karena potensial dari elektrodanya positif (+0,34V). Kebanyakan senyawa Cu(I) sangat mudah teroksidasi menjadi Cu(II).

Stoikiometri reaksi logam dengan garam besi III yang didasarkan pada ion Cu2+ dan Cu+ merupakan dua spesi yang dapat dihasilkan dari reduksi tembaga. Harga potensial standar spesi digunakan untuk meramalkan komposisi mana yang lebih banyak terbentuk. Hal ini perlu dibuktikan dengan eksperimen sehingga dapat diketahui spesi ion tembaga yang paling banyak dihasilkan dari reaksi ini.
Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dikakukan praktikum dengan judul “Stoikiometri Reaksi Logam Tembaga dan Garam Besi III dengan Metode Titrasi Permanganometri”.

1.2  Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam praktikum ini adalah bagaimana hasil stoikiometri reaksi antara logam tembaga dengan larutan besi (III) dengan meramalkan komposisi ion tembaga (Cu+ atau Cu2+) yang dihasilkan dalam suasana asam?

1.3  Tujuan Praktikum
Tujuan percobaan kali ini adalah mempelajari stoikiometri reaksi antara logam tembaga dengan larutan besi (III) dengan meramalkan komposisi ion tembaga yang dihasilkan.
1.4  Manfaat Praktikum
            Adapun manfaat dari praktikum ini memberi informasi terkait stoikiometri reaksi antara logam tembaga dengan larutan besi (III) dengan meramalkan komposisi ion tembaga yang dihasilkan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1.      Stoikiometri
Stoikiometri dalam ilmu kimia, (kadang disebut stoikiometri reaksi untuk membedakannya dari stoikiometri komposisi) adalah ilmu yang mempelajari dan menghitung hubungan kuantitatif dari reaktan dan produk dalam reaksi kimia (persamaan kimia). Kata ini berasal dari bahasa Yunani stoikheion (elemen) dan metriā (ukuran).  Stoikiometri reaksi adalah penentuan perbandingan massa unsur-unsur dalam senyawa dalam pembentukan senyawanya. Pada perhitungan kimia secara stoikiometri, biasanya diperlukan hukum-hukum dasar ilmu kimia (Hermawan, 2012).

1.2.      Serbuk Logam Tembaga
Tembaga bersifat racun terhadap semua tumbuhan pada konsentrasi larutan di atas 0.1 ppm. Konsentrasi yang aman bagi air minum manusia tidak lebih dari 1 ppm. Bersifat racun bagi domba pada konsentrasi di atas 20 ppm. Konsentrasi normal komponen ini di tanah berkisar 20 ppm dengan tingkat mobilitas sangat lambat karena ikatan yang sangat kuat dengan material organik dan mineral tanah liat. Kehadiran tembaga pada limbah industri biasanya dalam bentuk ion bivalen Cu(II) sebagai hydrolytic product. Beberapa industri seperti pewarnaan, kertas, minyak, industri pelapisan melepaskan sejumlah tembaga yang tidak diharapkan. Tembaga dalam konsentrasi tinggi (22-750 mg/kg tanah kering) dijumpai pada sedimen di laut Hongkong dan jumlah yang sama juga ditemui pada sejumlah pelabuhan-pelabuhan di Inggris (Suhendrayatna, 2001).
.
1.3.      Kalium Permanganat
A simple spectrophotometric procedure was developed which improve the sensitivity of the permanganate titration to 0,3 pM H2O2. Measurements of H2O2 using the oxidation of ferrous ions (Fricke solution) and permanganate titration differed by less than 1%. Schumb, Satterfield, and Wentworthl considered the permanganate titration to be one of the most exact and reliable analytical procedures for H2O2. The sensitivity of the permanganate end point, when observedvisually, is - 3 pM H2O2 (Kiassen, et all., 1994).
            Kiassen (1994) menyatakan bahwa cara sederhana untuk meningkatkan sensitivitas titrasi permanganat untuk 0,3 ppm H2O2 diperlukan metode spektrometri sederhana. Pengukuran H2O2 menggunakan oksidasi ion besi (larutan Fricke) dan permanganat titrasi berbeda dengan kurang dari 1%. Schumb, Satterfield, dan Wentworthl menganggap titrasi permanganat menjadi salah satu prosedur analitis yang paling tepat dan dapat diandalkan untuk H2O2. Sensitivitas titik akhir permanganat adalah 3 ppm H2O2.

1.4.      Reaksi Redoks
Awalnya, oksidasi berarti pembentukan oksida dari unsurnya atau pembentukan senyawa dengan mereaksikannya dengan oksigen, dan reduksi adalah kebalikan oksidasi.  Definisi reduksi saat ini adalah reaksi yang menangkap elektron, dan oksidasi adalah reaksi yang membebaskan elektron.  Oleh karena itu, suatu pereaksi yang memberikan elektron disebut reduktor dan yang menangkap elektron disebut oksidator.  Reduktor mengalami oksidasi dan oksidator mengalami reduksi akibat reaksi redoks (Saito, 2004).


BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1  Waktu dan Lokasi Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan pada tanggal 25 Oktober 2016 bertempat di Laboratorium Jurusan Pendidikan Kimia FKIP UHO dengan alamat di jalan H.E.A. Mokodompit Kampus Hijau Bumi Tridarma Andonuohu.

3.2  Alat dan Bahan
3.2.1        Alat
Peralatan yang digunakan dalam praktikum ini adalah gelas beker 50 mL dan 500 mL, gelas arloji, botol timbang, labu takar 100 mL, erlenmeyer 100 mL, pipet volume 25 mL, buret 50 mL, statif dan klem, gegep, hot plate, dan viller.

3.2.2  Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah asam sulfat (H2SO4) 2,5 M, kalium permanganat (KMnO4) 0,04 M, serbuk lombaga tembaga dan larutan besi (III) 0,2 M.

3.3  Prosedur Praktikum
3.3.1        Standarisasi Larutan 0,04 M
a.         Ditimbang 0,63 gram asam oksalat H2C2O4.2H2O dan dilarutkan dalam labu takar 100 mL, lalu diencerkan dengan aquades sampai tanda tera.
b.        Diambil 5 mL larutan asam oksalat, ditempatkan dalam Erlenmeyer 100 mL, ditambahkan 20 mL H2SO4 2,5 mL dan dititrasi dengan larutan standar KMnO4 yang akan distandarisasi.
c.         Diulangi titrasi sebanyak tiga kali dan dihitung molaritas rata-rata larutan standar KMnO4.

3.3.2        Stoikiometri Reaksi Logam Tembaga dengan Garam Besi (III)
a.         Ditimbang 0,2 gram tepat serbuk tembaga dengan gelas beker kecil dan kering
b.        Disiapkan gelas beaker 500 mL, diisi dengan 30 mL larutan besi (III) 0,2 M dan 15 mL larutan asam sulfat 2,5 M.
c.         Dimasukkan dengan hati – hati botol timbang/gelas beker kecil beserta isinya kedalam gelas beker kecil beserta isinya ke dalam gelas beker yang telah berisi larutan besi (III) dan asam sulfat tersebut. Diusahakan semua serbuk masuk ke dalam larutan.
d.        Ditutup gelas beaker itu dengan gelas arloji, kemudian didihkan hingga semua tembaga larut sempurna. Diaduk sesekali agar tidak ada tembaga yang menempel pada dinding gelas.
e.         Setelah reaksi berhenti, diambil gelas  beker kecil dengan menggunakan gegep dan didihkan kira – kira 10 menit lagi.
f.         Didinginkan larutan pada air dingin, kemudian dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu takar 100 mL dan diencerkan sampai batas tera.
g.        Diambil sebanyak 25 mL larutan dengan pipet volum 25 mL, dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 mL, kemudian logam besi (II) yang ada dalam larutan dititrasi dengan larutan standar KMnO4, 0,04 M. Di ulang titrasi sebanyak 3 kali.
h.        Dihitung konsentrasi Fe2+ yang dihasilkan dalam reaksi . Dihitung pula jumlah perbandingan mol (r).
i.          Ditentukan reaksi yang lebih banyak terjadi antara logam tembaga dan besi yang menghasilkan ion tembaga (I) atau ion tembaga (II).




                                                                        BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1  Data Pengamatan
4.1.1   Standarisasi larutan 0,04 M KMnO4
Perlakuan
Hasil Pengamatan
0,63 g asam oksalat dilarutkan dan diencerkan dalam labu takar 100 mL
Larutan berwarna bening

5 mL larutan asam oksalat + 20 mL H2SO4 2,5 M
Larutan berwarna bening

Dititrasi dengan larutan KMnO4
V1 KMnO4 = 5,9 mL
V2 KMnO4 = 5,9 mL
V(rata-rata)       =  5,9  mL
[KMnO4]    = 0,04 M
Larutan hasil titrasi berwarna ungu

4.1.2   Stoikiometri reaksi logam Cu dengan garam Fe(III)
Perlakuan
Hasil pengamatan
0,2 g Cu ditimbang dalam botol timbang
Serbuk Cu
Larutan Fe(III) 30 mL 0,2 M + 15 mL H2SO4 2,5 M dimasukkan dalam gelas beker 500 mL
Larutan berwarna kuning menjadi keruh
Diletakkan botol timbang tersebut kedalam gelas kimia 500 mL yang berisi larutan Fe(III), kemudian ditutup gelas kimia dengan kaca arloji lalu didihkan hingga serbuk Cu larut sempurna  
Serbuk tembaga tidak larut sempurna
Didinginkan larutan Cu tersebut kemudian diencerkan
Larutan  berwarna bening kecoklatan
25 mL larutan Cu dimasukkan dalam erlenmeyer 500 mL dan dititrasi dengan KmnO4 0,04 M
V1 KMnO4 = 1,4 mL
V2 KMnO4 = 1,7mL
V rata-rata  = 1,55 mL
Warna yang terbentuk adalah
Dihitung  perbandingan jumlah mol (r)
Mol Fe2+/mol Cu =
Dihitung perbandingan [Cu+] / [Cu2+]
  

4.2  Reaksi Lengkap
4.2.1  Standarisasi larutan 0,04 M KMnO4
      5 H2CO4 + 2KMnO4             2KMn + 10CO2 + 8H2O
4.2.2   Stoikiometri reaksi logam Cu dengan garam Fe (III)
                    
4.3  Perhitungan
4.3.1   Standarisasi larutan 0,04 M KMnO4
Berat H2C2O4.2H2O                = 0,63  gram
BM  H2C2O4.2H2O                 = 126 gram/mol
Mol H2C2O4.2H2O                  = 0,005 mol
Volume H2C2O4.2H2O            = 5 mL (Vrata-rata titrasi)
Volume H2C2O4.2H2O            = 100 mL (rata-rata)
Konsentrasi H2C2O4.2H2O     = 0,05 M
Volume KMnO4                      = 5,9 mL (rata-rata)
[KMnO4]                                 = 0,04 M
4.3.2   Stoikiometri reaksi logam Cu dengan garam Fe (III)
Berat gelas piala kecil              = 26,4 gram
Berat gelas piala + serbuk Cu  = 26,6 gram
Berat serbuk Cu                       = 0,2 gram
Volume Fe (III) 0,2 M             = 30 mL
Volume H2SO4                        = 15 mL (rata-rata)
Hasil Titrasi :
Volume Fe(III)                       = 25 mL
V KMnO4 0,04 M                   = 1,55 mL (rata-rata)
Mol KMnO4 = mol MnO4-      = Volume KMnO4 x [KMnO4]
= 5,9 x 10-3 L x 0,04 mol/L
= 0,236 x 10-3 mol
Dari reaksi lengkapnya diperoleh : 1 mol MnO4 -↔ 5 mol Fe2+, sehingga:
mol Fe2+                                              10-3 mol MnO4- 
                                                = 1,18 x 10 -3 mol
[Fe2+ ]                          =
= 
= 0,047 M
 
                                     = 3 x 10-3 mol
Perbandingan mol (r)    
 =
   = 0,393

Perbandingan    = 
  =
  =
  =
  = -2,647
Perbandingan dengan E0 std   :
Cu                                Cu+  + e                       E0            = - 0,52 Volt
Fe3+  + e                       Fe2+                            E0            = 0,77 Volt
Cu    + Fe3+                   Fe2+  + Cu+                E0 sel     = 0,25 Volt (Reaksi 1)
Cu                                Cu2+  + 2e                   E0            = - 0,34 Volt
2Fe3+  + 2e                    2Fe2+                         E0            = 0,77 Volt
Cu    + 2Fe3+                  2Fe2+  + Cu2+           E0 sel      = 0,43 Volt (Reaksi 2)

4.4   Pembahasan
Konsep mol diperlukan untuk mengkonversi kesetaraan massa antar zat dari skala molekular ke dalam skala eksperimental dalam laboratorium. Dalam percobaan ini dipelajari stoikiometri reaksi antara logam tembaga dengan larutan garam besi (III) dalam suasana asam dengan menganalisa hasil reaksi secara volumetrik. Hal utama yang dilakukan dalam percobaan ini, adalah menyiapkan larutan standar/baku KMnO4 0,04 M yang akan digunakan untuk proses titrasi. Larutan standar merupakan larutan yang telah diketahui konsentrasinya, dimana nantinya larutan standar tersebut yang  akan dimasukkan kedalam buret dan ditambahkan secara perlahan-lahan ke dalam analit untuk mencapai titik ekivalennya.
Pada penentuan konsentrasi larutan standar kalium permanganat, asam oksalat digunakan sebagai zat baku primer. Asam oksalat dikatakan zat baku primer disebabkan asam oksalat merupakan zat yang stabil, memiliki Mr tinggi dan memiliki kriteria lainnya sebagai standar primer. Pembuatan standarisasi larutan KMnO4 dilakukan dengan menitrasi 5 mL asam oksalat (H2C2O4) dengan katalis asam sulfat (H2SO4) 2,5 M sebanyak 20 mL hingga mencapai titik ekivalen pada volume rata-rata KMnO4 5,9 mL dengan konsentrasi 0,04 M. Larutan yang mulanya bening menjadi ungu setelah tercapai titik ekivalen. Penggunaan asam sulfat dalam proses standarisasi KMnO4 disebabkan asam sulfat yang paling sesuai digunakan, karena tidak bereaksi terhadap permanganat dalam larutan encer sedangkan asam lain seperti asam klorida kemungkinan mengalami reaksi dengan kalium permanganat. Titrasi permanganometri hanya dapat dilakukan pada suasana asam atau sekitar pH 4. Penggunaan kalium permanganat sebagai larutan standar karena larutan standar ini dapat berfungsi sebagai autoindikator saat proses titrasi.
Tahap selanjutnya yaitu stoikiometri logam Cu dengan garam Fe (III). Awalnya, serbuk tembaga ditimbang sebanyak 0,2 gram dan dimasukan ke dalam gelas beker kecil lalu disiapkan gelas beker 500 mL yang berisi 30 mL larutan garam besi (III) 0,2 M ditambah 15 mL larutan asam sulfat 2,5 M. Pencampuran larutan mengakibatkan terjadinya perubahan warna dari kuning menjadi keruh. Hal ini terjadi karena besi III ( ) mengalami reaksi reduksi menjadi besi II ( ). Langkah selanjutnya, gelas beker kecil yang berisi tembaga tadi, dimasukan secara hati-hati ke dalam gelas beker 500 mL yang berisi campuran larutan antara asam sulfat dan besi, lalu ditutup dan dipanaskan hingga mendidih. Saat proses pemanasan berlangsung, campuran larutan besi dan asam sulfat yang berwarna kuning keruh berubah warna menjadi coklat muda. Pemanasan dilakukan agar logam tembaga dapat larut, namun saat dilakukan pemanasan logam tembaga tidak larut sempurna karena beda potensial tembaga sangat positif sehingga tembaga sulit larut dan suhu yang digunakan saat pemanasan  di bawah suhu 10000 C. Sesuai hasil reaksi yang terjadi, Cu mengalami oksidasi dari Cu menjadi Cu2+. Setelah itu larutan kembali didinginkan dengan air dingin dan larutan menjadi warna coklat muda.
Larutan diambil sebanyak 25 mL dan dimasukkan kedalam erlenmeyer untuk dititrasi dengan menggunakan KMnO4 0,04 M. titrasi dilakukan secara diplo untuk mencari rata-ratanya. Volume rata-rata KMnO4 yang digunakan untuk titrasi yaitu 1,55 mL. Sesuai analisis data diperoleh konsentrasi besi II yang dihasilkan adalah 0,047 M dengan perbandingan antara besi II yang dihasilkan dan tembaga yang terpakai (r) sebesar 0,393. Nilai r ini digunakan untuk mengetahui perbandingan antara konsentarai ion tembaga I (Cu+) dan ion tembaga II (Cu2+). Berdasarkan perhitungan, perbandingan antara Cu+ dengan Cu2+ adalah
-2,46. Berdasarkan hasil analisa dari pengamatan yang dilakukan maka stoikiometri antara logam tembaga dan garam besi III lebih banyak menghasilkan ion tembaga I (Cu+). Hal ini ditandai dengan timbulnya warna coklat dari larutan tembaga yang diperoleh saat titrasi dengan kalium permanganat. Selain itu, berdasarkan beda potensialnya, tembaga I lebih mendekati nilai r sehingga dapat diketahi bahwa ion tembaga I yang paling banyak dihasilkan dari reaksi ini. Sesuai teori, pelarutan tembaga dengan asam sulfat akan menghasilkan ion tembaga II (Cu2+). Sedangkan pelarutan dengan asam klorida maka mengahasilkan ion tembaga I (Cu+). Akan tetapi percobaan yang dilakukan kurang bersesuaian dengan teori yang ada. Hal ini disebabkan adanya kesalahan praktikan saat pembuatan larutan asam sulfat pekat yang digunakan saat titrasi larutan logam tembaga dengan kalium permanganat.


                                                                         BAB V
KESIMPULAN
5.1  Kesimpulan
             Berdasarkan hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa stoikiometri merupakan aspek ilmu yang menyangkut kesetaraan massa antara zat yang terlibat dalam reaksi kimia, baik dalam skala molekular maupun dalam skala eksperimental. Harga r untuk perbandingan mol Fe2+ dengan mol Cu yang terpakai sebesar 0,393 dan perbandingan antara Cu+ dengan Cu2+ adalah – 2,46. Sesuai analisa diperoleh ion tembaga I lebih banyak dihasilkan dalam stoikiometri reaksi ini.
5.2  Saran       
Hal yang harus diperhatikan adalah perlunya diperhatikan tanda tera dalam pembuatan larutan sehingga larutan yang dibuat sesuai dengan konsentrasi yang dibutuhkan.

DAFTAR PUSTAKA
Astriyanti, Garnis. 2014. Praktikum Kimia Anorganik. Universitas Negeri Semarang: Semarang

Hermawan. 2012. Kimia Dasar. Universitas Negeri Makassar: Makassar

Kiassen, Norman V.,' David Marchington, and Heather C. E. McGowant. 1994. H2O2 Determination by the Is- Method and by KMnO4 Titration. Analytlcal Chemlstty, Vol. 66, No. 18, September 15, 1994

Suhendrayatna. Bioremoval Logam Berat Dengan Menggunakan Microorganisme: Suatu Kajian Kepustakaan (Heavy Metal Bioremoval by Microorganisms: A Literature Study). Disampaikan pada Seminar on-Air Bioteknologi untuk Indonesia Abad 21 1-14 Februari 2001 Sinergy Forum - PPI Tokyo Institute of Technology (1) 1-9.

Saito, Taro. 2004. Kimia Anorganik. Kanagawu University : Tokyo